Selasa, 16 Maret 2021

Laporan Praktikum Pembuatan Lilin Aromaterapi

 

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KETERAMPILAN KIMIA

“PEMBUATAN LILIN AROMATERAPI”



oleh :

Kelompok III

        1. Nur Alfi Aulia Julita            (18312241046)

        2. Endah Rachmatiningrum     (18312241048)

        3. Amelia Rizki Oktarofianti   (18312241050)

        4. Nur Fina Ridhawati             (18312241062)

        5. Isna Hajar Pratiwi                (18312241070)

        6. Amalia Rahma Nugraheni   (18312241072)

        7. Galuh Cakra Nilanta            (18312241074)

 

 

JURUSAN PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019



A.    Judul

Pembuatan Lilin Aromaterapi

 

B.     Tujuan

1.      Mengetahui cara membuat lilin aromaterapi.

2.      Mengetahui fungsi masing- masing bahan dalam proses pembuatan lilin aromaterapi.

 

C.     Dasar Teori

Parafin  adalah  bahan  baku  lilin  yang  biasa  digunakan,  parafin  adalah  nama umum untuk hidrokarbon alkana dengan formula CnH2n+2. Lilin parafin merujuk pada benda padat dengan n=20 (Murhananto,1999).

Lilin adalah sumber penerangan yang terdiri dari sumbu yang diselimuti oleh bahan bakar padat. Sebelum abad ke-19, bahan bakar yang digunakan biasanya adalah lemak  sapi  (yang  banyak  mengandung  asam  stearat).  Dalam  kimia,  parafin  adalah nama umum untuk hidrokarbon alkana dengan formula CnH2n+2 (Saraswati, 1985).

Molekul  parafin  paling  simpel  adalah  metana,  CH4,  sebuah  gas  dalam temperatur ruangan. Anggota sejenis ini yang lebih berat, seperti oktan C8H18, muncul sebagai cairan pada temperatur ruangan. Bentuk padat parafin, disebut lilin parafin, berasal dari molekul terberat mulai C20H42  hingga  C40H82.  Lilin  parafin  pertama ditemukan oleh Carl Reichenbach tahun 1830 (Ketaren, 1986).

Parafin, atau hidrokarbon parafin, juga merupakan nama teknis untuk sebuah alkana pada umumnya, tetapi dalam beberapa hal kata ini merujuk pada satu linear, atau  alkana  normal  -  di  mana  bercabang,  atau  isoalkana  juga  disebut  isoparafin. Berbeda dari bahan bakar yang dikenal di Britania dan Afrika Selatan sebagai minyak parafin atau hanya parafin, yang disebut sebagai kerosin di sebagian besar AS, Australia dan Selandia Baru (Ketaren, 1986).

Namanya berasal dari kata Latin parum (= jarang) + affinis dengan arti seluruhnya  "sedikit  affinitas",  atau  "sedikit  reaktivitas".  Ini  diakibatkan  oleh  alkana yang non kutub dan sedikit gugus fungsional-nya, sangat tidak reaktif (Britania, 1991).

Lilin aromatherapy adalah salah satu adalah salah satu bentuk diservikasi dari produk lilin, yaitu aplikasi lain dari cara inhalasi atau penghirupan aromatherapy. Aroma  yang  muncul  saat  lilin  dibakar  akan  memberikan  rasa  tenang,  rileks,  dan nyaman  (Primadiati, 2002).

Paraffin merupakan suatu hidrokarbon yang bentuknya dapat berupa gas tidak berwarna, cairan putih, atau bentuk padat dengan titik cair rendah. Umumnya paraffin terkandung dalam minyak bumi yang struktur molekulnya terdiri dari normal paraffinya itu normal oktadekana, normal heksaoktana, iso-parafin, sedikit sikloparafin dari senyawa aromatic. Paraffin terdiri dari tiga jenis, yaitu; soft paraffin wax (30o-42oC),medium paraffin wax (44 o -46oC), dan hard paraffin wax (50o-65oC) (Saraswati, 1985).

Pada  pembuatan  lilin,  stearin  perlu  dipanaskan.  Tujuan  dilakukannya pemanasan pada stearin adalah untuk mencairkan stearin yang semula berwujud padat pada titik lelehnya yaitu sekitar 69,6 o C. fungsi dari stearin adalah untuk memberi bentuk pada lilin yang dibuat, karena stearin akan menjadi padat setelah mendingin. Sebelum stearin memadat, terlebih dahulu ditambah paraffin dan pewarna. Fungsi paraffin sebagai bahan bakar untuk lilin agar dapat terbakar. Selain itu tujuan pencampuran antara paraffin dan stearin adalah agar parfin yang dimasukkan dapatkeras karena sifat dasar dari paraffin adalah cenderung lembek dan lentur di bawahtitik  leburnya,  maka  digabungkan  dengan  stearin.  Bersama  stearin  paraffin  akan menjadi lilin batangan (Primadiati, 2002).

Asam stearate (Stearic Acid) adalah asam lemak jenuh yang memiliki berbagai kegunaan seperti sebagai komposisi tambahan dalam makanan, kosmetik, dan produk industri. Asam stearate diekstrak dari berbagai jenis lemak hewani, lemak nabati, dan beberapa jenis minyak lainnya. Senyawa ini juga banyak digunakan untuk mengubah konsistensi atau suhu leleh suatu produk sebagai  pelumas,  atau  untuk  mencegah oksidasi (Sumardjo,2006).

 


D.    Metodologi Percobaan

1.      Waktu dan Tempat

a.       Waktu      : Jumat, 22 November 2019, pukul 07.30- 09.10 WIB.

b.      Tempat     : Laboratorium IPA, FMIPA, UNY.

 

2.      Alat dan Bahan

a.       Alat

1) Beaker glass                                         7) Cetakan lilin

2) Erlenmeyer                                           8) Kaki tiga

3) Batang pengaduk                                 9) Bunsen

4) Sumbu lilin                                           10) Kompor gas

5) Penjepit                                                11) Penangas air

6) Thermometer                                        12) Panci

 

b.      Bahan

1) Parafin 50 gr

2) Asam stearate 5 gr

3) Pewarna lilin

4) Aromaterapi oil

 

3.      Langkah Kerja

                1) Memanaskan parafin dalam penangas air hingga meleleh
                2) Memanaskan asam stearate pada tempat lain hingga meleleh, mencelupkan sumbu lilin ke 
                    dalam lelehan stearat tersebut.
                3) Mencampurkan pewarna secukupnya ke dalam lelehan stearat, mengaduk hingga 
                    homogen.
                4) Memasukkan stearat ke dalam gelas beaker yang berisi parafin, mengaduk hingga 
                    homogen.
                5) Menambahkan minyak nilam dan minyak aromaterapi (pada suhu 400 C), mengaduk 
                    hingga homogen.
                6) Meletakkan sumbu ditengah dan menuangkan pada gelas/ cetakan.
                7) Menunggu sampai lilin memadat.


E.     Data Hasil

1.      Organoleptik

            a) Warna          : Hijau

            b) Tekstur        : Padat dank eras

            c) Perabaan      : Halus

 

2.      Rendemen berat

            a) Parafin + asam stearate       : 55 gr

            b) Lilin                                    : 51,63 gr

3.      Uji nyala

Lilin langsung menyala ketika dinyalakan, selanjutnya ketika api mengenai lilin, lilin mencair lalu setelah api mati, lilin memadat kembali.

                       

F.     Analisis Data

            Rendemen berat lilin   =  (massa lilin /  (massa parafin + asam stearat))× 100 %

                                                            = (51,63 / 55) × 100 %

                                                            = 93 %

G.    Pembahasan

Laporan praktikum keterampilan kimia yang berjudul “Pembuatan Lilin Aroma Terapi” ini bertujuan untuk mengetahui cara membuat lilin aroma terapi dan mengetahui fungsi masing-masing bahan dalam proses pembuatan lilin aroma terapi.

Praktilum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 22 November 2019 pada pukul 07:30-09:20 WIB di Laboratorium IPA F MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Adapun alat dan bahan yang praktikan gunakan antara lain gelas beker, erlenmeyer, batang pengaduk, sumbu lilin,penjepit, termometer, cetakan lilin, kaki tiga, bunsen, kompor gas, penangas air, panci, parafin 50 gram, asam stearat 5 gram, pewarna lilin, dan aroma terapi oil.

Langkah yang praktikan lakukan yaitu pertama-tama praktikan menyiapkan alat dan bahan, kemudian praktikan memanaskan parafin dalam penangas air hingga meleleh. Selanjutnya praktikan memanaskan stearat pada tempat lain hingga meleleh, celupkan sumbu lilin ke dalam lelehan stearate. Kemudian mencampurkan pewarna secukupnya ke dalam lelehan stearat, mengaduk hingga homogen. Lalu praktikan memasukkan stearat ke dalam gelas beker yang berisi parafin. Mengaduk hingga homogen, dan menambahkan minyak nilam dan minyak aromaterapi (pada suhu 40áµ’C), tetap mengaduk agar homogen. Selanjutnya Meletakkan sumbu ditengah dan menuangkan pada cetakan. Lilin perlu ditunggu selama 24 jam agar mengeras.

Lilin adalah sumber penerangan yang terdiri dari sumbu yang diselimuti oleh bahan bakar padat. Sebelum abad ke-19, bahan bakar yang digunakan biasanya adalah lemak  sapi  (yang  banyak  mengandung  asam  stearat).  Dalam  kimia,  parafin  adalah nama umum untuk hidrokarbon alkana dengan formula CnH2n+2 (Saraswati, 1985).

Pada pembuatan lilin ini, praktikan menggunakan parafin sebagai bahan utama dimana menurut Saraswati (1985), Paraffin merupakan suatu hidrokarbon yang bentuknya dapat berupa gas tidak berwarna, cairan putih, atau bentuk padat dengan titik cair rendah. Umumnya paraffin terkandung dalam minyak bumi yang struktur molekulnya terdiri dari normal paraffin yaitu normal oktadekana, normal heksaoktana, iso-parafin, sedikit sikloparafin dari senyawa aromatic.

Alasan parafin digunakan sebagai bahan utama adalah karena parafin memiliki titik cair yang relatif rendah.

Parafin ini dipanaskan dan dicampur dengan stearat dengan tujuan agar parfin yang dimasukkan dapat keras karena sifat dasar dari paraffin adalah cenderung lembek dan lentur di bawah titik  leburnya,  maka  digabungkan  dengan  stearin.  Bersama  stearin  paraffin  akan menjadi lilin batangan.

Adapun tujuan dari pemanasan lilin yaitu untuk membuat parafin menjadi cair, karena bentuk asli parafin adalah solid atau keras. Hal ini sesuai dengan teori menurut Primadiati (2002) bahwa, pada pembuatan lilin, stearin perlu dipanaskan. Tujuan dilakukannya pemanasan pada stearin adalah untuk mencairkan stearin yang semula berwujud padat pada titik lelehnya yaitu sekitar 69,60C.

Kemudian pemberian sumbu dan pewarna, pemberian pewarna hanya bertujuan untuk menambah daya tarik lilin tersebut. Setelah lilin dicetak, lilin memerlukan waktu untuk mengeras. Setelah jadi, praktikan menguji lilin tersebut dengan beberapa pengujian.

Pertama, praktikan mengamati organoleptik dari lilin tersebut, terlihat bahwa lilin tersebut berwarna hijau muda dengan tekstur yang padat dan keras, tetapi perabaannya halus. Padatnya lilin menunjukkan bahwa parafin dan stearat bercampur dengan baik, sebagaimana teori oleh Primadiati (2002), bahwa paraffin dan stearin adalah agar parfin yang dimasukkan dapatkeras karena sifat dasar dari paraffin adalah cenderung lembek dan lentur di bawahtitik  leburnya,  maka  digabungkan  dengan  stearin.  Bersama  stearin  paraffin  akanmenjadi lilin batangan.

Kedua, praktikan melakukan rendemen berat untuk mengetahui berapa persen massa lilin yang dihasilkan dari total massa bahan. Pada uji ini, didapati bahwa massa awal bahan yaitu 55 gram, dan massa akhir dari lilin tersebut yaitu seberat 51, 63 gram. Sehingga persen massa lilin yang dihasilkan dari total massa bahan yaitu 93%. Massa yang semakin kecil ini diakibatkan oleh penguapan bahan pada saat pembuatan. Rendemen lilin perlu diuji dan diperhitungkan dengan tujuan supaya massa akhir lilin dapat diperkirakan sejak pembuatan.

Ketiga, praktikan melakukan uji nyala terhadap lilin tersebut dan teramati bahwa lilin langsung menyala ketika dinyalakan, selanjutnya ketika api mengenai lilin, lilin mencair tidak terlalu cepat, selain itu api dapat bertahan lama, setelah api dimatikan, lilin memadat kembali. Hal ini menunjukkan bahwa lilin berhasil dibuat dengan baik.

 

H.    Kesimpulan

1.      Cara membuat lilin aromaterapi yaitu:

a.       Memanaskan parafin dalam penangas air hingga meleleh.

b.      Memanaskan stearat pada tempat lain hingga meleleh.

c.       Mencampurkan pewarna secukupnya ke dalam lelehan stearat serta mengaduk nya hingga homogen.

d.      Memasukkan stearat ke dalam gelas beker yang berisi parafin, mengaduk nya hingga homogen.

e.       Menambahkan minyak aromaterapi dan mengaduknya hingga homogen.

f.       Meletakkan sumbu di tengah dan menuangkannya pada gelas/cetakan.

g.      Menunggu selama 24 jam sampai lilin memadat.

 

2.      Fungsi masing- masing bahan dalam proses pembuatan lilin aromaterapi yaitu:

a.       Parafin                       : Sebagai bahan bakar pembuatan lilin.

b.      Asam stearat             : Untuk memadatkan, memperkuat lilin, dan                                                  meningkatkan ketahanan atau konsistensi nyala lilin.

c.       Pewarna lilin             : Sebagai pemberi warna pada lilin.

d.      Minyak aromaterapi : Sebagai pemberi aroma pada lilin.

 

I.       Jawaban Pertanyaan

1.      Fungsi penambahan masing-masing bahan pada pembuatan lilin aromaterapi diantaranya yaitu :

a.  Parafin  : Sebagai bahan bakar pembuatan lilin.

b.  Asam stearat  : Untuk memadatkan, memperkuat lilin, dan                                      meningkatkan ketahanan atau konsistensi nyala lilin.

c.       Pewarna lilin  : Sebagai pemberi warna pada lilin.

d.      Minyak aromaterapi : Sebagai pemberi aroma pada lilin.

 

2.      Saat melelehkan parafin harus menggunakan panci khusus atau penangas air karena suapaya suhu untuk melelehkan lilin tidak terlalu tinggi. Parafin akan meleleh pada suhu kisaran 50 C – 60 C. Jika suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan cairan menguap.

 

3.      Pewarna yang digunakan dalam pembuatan lilin adalah pewarna minyak karena pewarna minyak dapat bercampur secara homogen dengan lilin, sedangkan jika menggunakan pewarna yang larut dalam air, pewarna tersebut tidak akan larut dalam minyak sehingga akan menggumpal didasar lilin.


4.    Pembakaran parafin merupakan pembakaran hidrokarbon sempurna yang akan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan air. Pembakaran ini lebih efektif dikarenakan termasuk pembakaran sempurna yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan air berbeda dengan pembakaran tidak sempurna yang akan menghasilkan karbon monoksida (CO) yang lebih berbahaya dibandingkan (CO2) jika dihirup. Hasil pembakaran ini tidak terlihat karena berupa gas.

 

DAFTAR PUSTAKA

Britania. 1991. Parrafin Bahan Pembuat Lilin (terjemahan). Jakarta : Erlangga.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Lemak dan Pangan. Jakarta : UI Press.

Murhananto, Ria Aryasatyani. 1999. Membuat dan Mendekorasi Lilin. Jakarta : PuspaSwara.

Primadiati, Rahmi. 2002. Aromatherapi : Perawatan Alami untuk Sehat dan Cantik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

 Saraswati. 1985. Berkreasi dengan Lilin. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa.Kedokteran dan      Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Penebit Buku Kedokteran EGC.

Contoh LKPD Simbiosis Komensalisme

 Berikut merupakan contoh LKPD Simbiosis Komensalisme

SMP Kelas 7 Semester 2  Kurikulum 2013

Kompetensi Dasar

3.7    Menganalisis interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya serta dinamika populasi akibat interaksi tersebut 

Laporan Observasi Monumen Batu Gamping Eosin

   LAPORAN PRAKTIKUM ILMU KEBUMIAN

“OBSERVASI MONUMEN BATU GAMPING EOSIN”


        A.  JUDUL

      Observasi Monumen Batu Gamping Eosin


B.   B.  TUJUAN

            1. Mengetahui Sejarah Monumen Batuan Gamping Eosin

            2. Mengetahui batuan-batuan yang ada pada Monumen Batu Gamping Eosin

            3. Mengidentifikasi ciri-ciri beberapa batuan yang terdapat pada Monumen Batu Gamping Eosin

C.     

        C. DASAR TEORI

Sejarah Monumen Batuan Gamping Eosin

Sebagai rekam jejak sejarah kebumian pada masa awal terbentuknya oulau jawa tersimpan digunung gamping,dalam bentuk singkapan batuan.Gunung gamping pada awal terbentuknya berada dilaut dangkal pada 200 LS atau berjarak kurang kebih 1400 km selatan Yogyakarta (Setara dengan Benua Australia saat ini).Pembentukannya diselatan jawa menunjukkan bahwa daerah ini mengalami pergerakan ke utara dengan kecepatan 4-6 cm/tahun.Gunung gamping terbentuk dalam ekosistem terumbu dari foraminifera besar,bersama ganggang,coral dan moluska.Berbagai fosil dan fauna ini dapat dilihat langsung tanpa mikroskop ditubuh gunung gamping(Untung,2017:5)

 

Menurut (Junghuhn,1845:76) Proses terbentuknya batuan gamping yang diamati:

1.      42,5-16 juta tahun lalu Kala Eosen-Miosen

Lingkungan gamping purba adalah ekosistem terumbu yang terbentuk dilaut dangkal,dengan ragam biota foraminifera,ganging,aneka koral dan moluska

Gambar 1:Gunung Gamping 42,5 - 16 juta tahun
Sumber: (Untung,2017:5)

 

2.      1,8 juta tahun lalu-1755 Kala Pilosen-Pendudukan Sultan HB I

Gunung gamping terangkat menjadi daratan,setelah terlipat karena proses tektonik.Dikaki perbukitan inilah,Sultan HB I mesanggrah sementara membangun Kraton Yogyakarta.



Gambar 2:Gunung Gamping 1,8 juta tahun lalu-1755

Sumber: (Untung,2017:5)

 

3.      1836 Kesinggahan Junghuhn

Gunung Gamping menjulang hanya beberapa ratus langkah dari sungai,rupa bentuknya mengingatkan kita pada dramatisnya perubahan alam


Gambar 3:Gunung Gamping 1836

Sumber: (Untung,2017:5)

4.      1855-1950 Eksloitasi Besar

Lokasi yang aksesibel singkapan kapur yang tebal,dan kualitas kapur yang baik adalah sejumlah factor dibalik massifnya penambangan gamping untuk kebutuhan bangunan dan industry gula pasir



Gambar 4:Gunung Gamping 1855-1950

Sumber: (Untung,2017:5)

 

5.      1956-Sekarang Kawasan di lindungi

33 tahun setelah diusulkan menjadi kawsan suaka alam,tahun 1989 akhirnya monolit Gunung Gamping ditetapkan sebagai cagar alam.

                                Gambar 5:Gunung Gamping 1956-sekarang

                                                Sumber: (Untung,2017:5)

 

                        

                                                                Gambar 6:Gunung Gamping 1956-sekarang

                                Sumber: (Untung,2017:3)


Kraton Sementara

Di kaki perbukitan,Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku buwana I) bermukim selama (9 oktober 1755-6 November 1755 M).Sebagai ahli dalam berperang,sultan muda ini agaknya mendirikan kraton sementara dilokasi yang strategis.Gunung Gamoing menyerupai benteng yang melindungi posisinya secara alamiah.Tetapi disamping itu Mangkubumi tetap menitahkan punggawanya untuk membuat kraton pesanggrahan yang seperti “ioji bentunya,parit disisi air,bentengnya sangan luas (Untung,2017:11).

Gambar 7 : Ilustrasi kraton ambar ketawang 1755 M

Sumber: (Untung,2017:11).


  

Gambar 8:Sisa-sisa kraton ambar ketawang

Sumber:Dokumen pribadi

 

Batu Gamping

Batu Gamping adalah batuan sedimen yang mengandung lebih dari 50% mineral karbonat (CaCo3) pada batuan kalsit.Batu ini terbentuk dari batuan sedimen organic yang merupakan kumpulan sisa cangkang,karang,dan alga diwilayah perairan dangkal dan bersuhu hangat-wilayah dan suhu ini memungkinkan organisme membentuk cangkang dan skeleton yang tersusun dari kalsium karbonat.Cangkang cangkang tersebut akan terakumulasi dalam jumlah besar dan membentuk sedimen.Masyarakat lebih mengenal batuan ini dengan batuan kapur atau limestone(Faisol,2017:38)

Pemanfaatannya batu gamping di Indonesia digunakan sebagai bahan baku semen,cat tembok,separator logam mulia,ekstraksi pada peleburan besi,penyamakan kulit,pemutih kertas,pengkristal tepung,industry farmasi,industry gelas dan lain lain.Adapun persebaran endapan batu gamping hamper merata diseluruh Indonesia,namun  endapan terbesar berada di Sumatera Barat (Faisol,2017:39)


 

DAFTAR PUSTAKA

Faisol Mukarrom.2017.Ekonomi Mineral Indonesia.Yogyakarta:ANDI.

Franz Wihelm Junghuhn.1845.Topographische and Naturwissenschaftliche Reisen Durch java.Magdeburg:Baensch.

Untung Suripto.2017.Monolit Yogyakarta.Yogyakarta:Balai KSDA Yogyakarta.